Film Pendek "KTP" yang Mengandung Makna Tersirat


Film Pendek yang berjudul KTP ini menghadirkan cerita tentang peran seorang abdi negara bernama Darno yang merupakan PNS kecamatan. Beliau datang ke daerah pelosok desa untuk mensosialisasikan salah satu program pemerintah yaitu kartu Kesehatan bagi masyarakat bawah yang sudah lanjut usia. Akan tetapi untuk memiliki kartu Kesehatan tersebut seluruh warga Indonesia sebelumnya diwajibkan untuk memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dikarenakan warga yang akan didata tersebut sudah lanjut usia atau sepuh maka Darno membantu untuk mengisi formulir data pribadinya. Warga lanjut usia itu bernama mbah Karsono.

Darno mulai bertanya data pribadi yang harus dijawab oleh mbah Karsono. Setelah memberikan beberapa pertanyaan, maka sampailah pada kolom pertanyaan agama yang dianut oleh mbah Karsono. Beliau menjawab bahwa agamanya ialah kejawen. Akan tetapi agama yang dianut oleh mbah Karsono itu tidak termasuk ke dalam kategori 6 agama yang tertera di formulirnya dan bukan agama yang telah diakui oleh negara.

Ketika sedang menanyakan tentang perihal agama tersebut, tiba-tiba datang tetangga mbah Karsono yang bernama Nunung ingin mengembalikan palu milik mbah Karsono. Akan tetapi mbah Karsono juga menanyakan arit yang dipinjamkan oleh suami Nunung.

Singkat cerita, Nunung bertanya kepada Darno dan mbah Karsono tentang obrolan mereka. Setelah mendengar penjelasan dari keduanya, Nunung memberi solusi jalan keluar pada permasalahan yang sedang di perdebatkan itu yaitu dengan meminta agar Darno mengisi kolom agama tersebut dengan agama apa saja, bebas dan terserah Darno, karena menurutnya itu hanya formalitas saja. Akan tetapi Darno enggan melakukannya dikarenakan apabila ia mengisikan data yang tidak sesuai maka akan diberi sanksi oleh atasannya yaitu dipecat dari pekerjaannya. Begitu juga dengan mbah Karsono yang bersikeras bahwa kepercayaan yang dianutnya itu sudah benar dengan mengatakan ‘manunggaling kawula gusti’.

Karena belum juga menemukan jawabannya, akhirnya Nunung memberi saran untuk meminta bantuan Pak RT, Pak Harso (ketua badan musyawarah warga) dan warga sekitar. Warga Desa Rojoalas menghormati kepercayaan kejawen mbah Karsono. Warga dan mbah Karsono tak mau karena hanya sekadar benda berbentuk kartu, kepercayaan pun tergadaikan. Sebagai konsekuensinya, warga rela menanggung biaya kesehatan mbah Karsono apabila mbah Karsono jatuh sakit nantinya.

Musyawarah Warga

Dari ringkasan film pendek berjudul KTP ini yang disutradarai oleh Bobby Prasetyo dan diproduksi oleh ASA Film dan berhasil menjadi Juara I Kategori Umum Festival Video Edukasi (FVE) 2016 yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Kesan yang saya dapat dari cerita film tersebut adalah kritikan yang ditujukan bagi pemerintah pusat dalam urusan birokrasi pencatatan penduduk untuk memiliki KTP bahkan dalam pembuatan kartu Kesehatan dimana blanko formulir yang tidak menyediakan kolom kosong untuk diisi selain dari 6 agama yang diakui oleh pemerintah. Film ini dikemas dalam bentuk kisah menarik berupa komedi sehingga penonton dapat menyaksikannya dengan santai dan tidak membosankan.

Menurut saya, dalam kisah film ini terdapat dua kritik yang diangkat sebagai pembelajaran, yaitu pertama, tentang birokrasi masih belum sepenuhnya memecahkan masalah. Kedua, terjadinya kesenjangan dan kesejahteraan sosial antara masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan.

Hubungan dengan masalah sosial yang bisa kita dapatkan dari film tersebut adalah penduduk lain yang bernasib sama seperti mbah Karsono juga tidak bisa mendapat jaminan, termasuk jaminan administrasi, yaitu pengisian agama yang dianutnya di kolom agama KTP di luar enam agama mayoritas sehingga mereka tidak memiliki KTP bahkan kartu Kesehatan yang berguna untuk jaminan Kesehatan dari pemerintah. Dengan demikian, akan terjadi ketidakadilan dan tidak adanya pemerataan kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Film ini juga dapat bisa diambil kesimpulan bahwa sebagai warga masyarakat harus saling bergotong royong, tolong menolong dalam hal kebaikan serta musyawarah juga menjadi jalan solusi tiap persoalan yang dihadapi warga miskin agar tercapainya mufakat dan setiap warga negara memiliki hak kebebasan dalam memilih sehingga tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Seorang pegawai pemerintah harus memiliki sikap berjiwa melayani, jujur, dan sabar serta bisa mengayomi masyarakat bawah.

Aturan negara dalam hal pembuatan KTP ternyata menjadi sumber masalah bagi warga miskin. Tapi pada sisi lain, KTP menjadi sarat bagi warga miskin mendapatkan pelayanan. Namun, ending film ini cukup menarik yakni ada kesepakatan warga untuk mengurus Mbah Karsono. Ini bisa dimaknai bahwa negara dan warga sekitar harus hadir dalam upaya menyelesaikan persoalan warga miskin. Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.

Sekian artikel yang saya buat tentang ulasan film pendek KTP. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan.

Terimakasih

Comments

Popular posts from this blog

IT Governance

Pentingnya Mempelajari Sistem Informasi

Development And IT Operations